PBNU: MK Tidak Melegalisasi Perzinaan, Perkosaan dan Hubungan Sesama Jenis

PBNU: MK Tidak Melegalisasi Perzinaan, Perkosaan dan Hubungan Sesama Jenis

PBNU: MK Tidak Melegalisasi Perzinaan, Perkosaan dan Hubungan Sesama Jenis - Melalui Putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016 tanggal 14 Desember 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan judicial review mengenai perluasan norma tentang zina, perkosaan dan hubungan sesama jenis yang saat ini pengaturannya ada di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang merupakan warisan kolonial.

Putusan tersebut tidak bulat alias ditempuh melalui dessenting opinion 4 dari 9 hakim menyatakan pendapat berbeda terhadap penolakan  permohonan uji materi tersebut.

Ketua PBNU Robikin Ehmhas berpendapat bahwa rumusan norma zina dalam KUHP tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia, karena yang dikategorikan zina hanya hubungan kelamin laki-laki dan perempuan yang salah satu atau keduanya terikat perkawinan dengan orang lain.

"Konsekuensinya, kalau kedua pelakunya single alias tidak berstatus nikah dengan orang lain maka menurut KUHP bukan zina dan tidak bisa dijatuhi hukuman dengan pasal perzinaan," ungkap Robikin melalui rilis yang diterima NU Online, Sabtu (16/12) petang.

Hanya saja, lanjut dia, jika dibaca secara saksama, tidak terlihat MK menolak substansi permohonan perluasan norma yang diajukan pemohon. Dengan bahasa lain, MK tidak melegalisasi perzinaan, perkosaan dan hubungan sesama jenis. Namun, MK berpendirian bahwa perluasan norma mengenai zina, perkosaan dan hubungan sesama jenis adalah domain positive legislature, bukan wilayah negative legislature.

"Secara singkat, positive legislature dapat diartikan sebagai tindakan melakakukan penafsiran konstitusi secara aktif dengan cara membentuk suatu UU. Sedangkan penilaian bahwa suatu UU dan norma yang dihasilkan oleh pembentuk UU sebagai bertentangan dengan konstitusi merupakan negative legislature," terang dia.

Positive legislature adalah kewenangan cabang kekuasaan legislatif, sedangkan negative legislature merupakan domain cabang kekuasaan yudikatif.

"Dalam sistem ketatanegaraan kita, positive legislature diperankan oleh pembentuk undang-undang, yakni Pemerintah dan DPR. Sedangkan negative legislature menjadi kewenangan MK," Robikin menambahkan.

Munas Alim Ulama, Konbes NU dan Rancangan KUHP
Selain sudah usang sehingga tidak compatiable, dengan perkembangan masyarakat, beberapa norma KUHP bahkan tidak sesuai dengan landasan filosofis bangsa dan bertentangan dengan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia. Diantaranya adalah norma tentang perzinaan, pemerkosaan dan hubungan sesama jenis.

"Dengan mempertimbangkan hal seperti itulah maka Munas Alim Ulama dan Konbes NU di NTB tanggal 23-25 November 2017 menjadikan Rancangan KUHP yang saat ini sedang dibahas di DPR dijadikan salah satu pokok bahasan," katanya.

Di antara pesan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017 adalah agar Pemerintah dan DPR segera merampungkan pembahasan Rancangan KUHP yang ada.

"Apalagi kehendak untuk merubah KUHP sudah ada sejak akhir tahun 1960-an," pungkas Robikin.

Sumber : NU Online Pusat

KH. Abdurrohman Wahid (Gus Dur) Adalah Jendela dan Pelita

KH. Abdurrohman Wahid (Gus Dur) Adalah Jendela dan Pelita



KH. Abdurrohman Wahid (Gus Dur) Adalah Jendela dan Pelita - Bagi santri, generasi muda, dan bangsa Indonesia pada umumnya, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah jendela dan pelita. Sebagai jendela, Gus Dur memberikan pandangan dunia yang lebih dan pelita karena Gus Dur berperan sebagai penerang dalam setiap persoalan.

Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU H Rumadi Ahmad ketika mengenang Gus Dur dalam peringatan sewindu haulnya. 

“Bagi santri seperti saya, Gus Dur adalah jendela dan pelita. Jendela, karena melalui Gus Dur para santri bisa melihat dunia yang lebih luas,” ujar Rumadi saat dihubungi NU Online, Kamis (14/12).

Menurutnya, Gus Dur membuka dan mengajari bangsa Indonesia bagaimana melihat berbagai persoalan tidak secara monolitik. 

“Sehingga kita bisa berkata, tidak ada yang perlu dibenci habis-habisan, dan tidak ada yang perlu dibela mati-matian. Dari Gus Dur, kita-terutama kaum santri-bisa melihat dunia,” jelas Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta ini.

Dikatakan pelita, sambung Rumadi, karena Gus Dur menjadi penerang dalam berbagai persoalan. Di tengah rumitnya persoalan yang dihadapi bangsa ini, Gus Dur selalu memberi cahaya untuk mencari jalan keluar. 

“Kalau toh masalah itu sangat sulit untu diselesaikan, bahkan tidak mungkin untuk diselesaikan, Gus Dur bisa bilang, kalau sudah tahu masalah itu tidak bisa diselesaikan, untuk apa kita susah-susah untuk menyelesaikan?” ucapnya meniru perkataan Gus Dur.

Haul ke-8 Gus Dur ini mengambil tema besar Semua Demi Bangsa dan Negara. Tema ini diambil mengingat perjuangan Gus Dur dalam meneguhkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Gus Dur sebagai guru bangsa mampu mempererat kemajemukan bangsa Indonesia.

Gus Dur juga mengajarkan bahwa muara penyelenggaraan negara dan praktik politik adalah kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan tidak perlu dikorbankan demi kepentingan politik praktik yang berorientasi kekuasaan semata.

Seperti di tahun-tahun sebelumnya, sewindu haul Gus Dur ini juga akan diselenggarakan di kediaman keluarga Gus Dur di Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan pada Jumat (20/12/2017). Haul kali ini dikomandoi oleh putri kedua Gus Dur, Yenny Wahid.

Disarikan dari Website NU Online Pusat

Artikel Islam Tentang Khutbah Nikah, Hukum dan Contohnya

Artikel Islam Tentang Khutbah Nikah, Hukum dan Contohnya

Artikel Islam Tentang Khutbah Nikah, Hukum dan Contohnya


Artikel Islam Tentang Khutbah Nikah, Hukum dan Contohnya - Khidmatnya prosesi pernikahan akan menjadi bertambah bila di dalamnya disertakan juga khutbah nikah. Selain berfungsi sebagai pembekalan bagi pasangan yang menikah, khutbah ini juga menjadi penyemangat bagi para hadirin yang masih belum menikah untuk segera menikah. Selain itu, khutbah nikah juga menjadi pengingat bagi semua yang hadir tentang pentingnya menjaga keutuhan dalam pernikahan.

Dikutip dari Imam Abu al-Husain al-Yamani, Al-Bayan fi Madzhabi al-Imam al-Syafi’i (Jeddah: Dar al-Minhaj, 2000), juz IX, hal. 230, khutbah nikah ini hukumnya adalah sunnah dan boleh disampaikan oleh wali, calon mempelai pria, atau pihak lainnya:

وإذا أراد العقد... خطب الولي، أو الزوج، أو أجنبي… والخطبة مستحبة غير واجبة، وبه قال عامة أهل العلم.

“Jika akad akan dilaksanakan, …berkhutbahlah wali, calon suami, atau orang lain… Khutbah ini hukumnya sunnah, tidak wajib, sebagaimana juga dinyatakan oleh kebanyakan ahli ilmu.”

Dalam pemaparan kali ini, kami juga akan menampilkan salah satu contoh khutbah nikah yang boleh dijadikan bahan bagi yang membutuhkan: 

Khutbah Nikah

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِى خَلَقَ مِنَ اْلمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرَا وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَفْضَلُ الْخَلْقِ وَاْلوَرَا وَ عَلىٰ اٰلِهِ وَصَحْبِهِ صَلَاةً وَسَلَامًا كَثِيْرًا 

أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقِوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالٰى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: ياَ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَاعْلَمُوْا أَنَّ النِكَاحَ سُنَّةٌ مِنْ سُنَنِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا وَاللهِ إِنِّى لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لٰكِنِّى أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّي

وَقَالَ أَيْضًا يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
وَقَالَ أَيْضًا خَيْرُ النِّسَاءَ إِمْرَأَةٌ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفَظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ

وَقَالَ اللهُ تَعَالٰى يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ 

وَقَالَ أَيْضًا وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

بَارَكَ اللهُ لِىْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِىْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكِرِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّىْ وَمِنْكُمَ تِلَاوَتَهُ إِنِّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ

أَعُوْذُ بِا للهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُواْ اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوْا اللهَ اْلعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَشَايِخِي وَلِسَائِرِ الْمُسِلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Alhamdulilâhilladzî khalaqa minal mâ`i basyaran faja’alahu nasaban wa shihran wa kâna Rabbuka qadîran. Wa asyhadu al lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîka lah. Wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasûlahu. Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammadin afdlalul khalqi wal warâ wa ‘alâ âlihi wa shahbihi shalâtan wa salâman katsîran.

Amma ba’du. Fa yâ ayyuhal hâdlirûn, ûshîkum wa nafsî bi taqwallâh faqad fâzal muttaqûn. Qâlallâhu ta’âla fî kitâbihil karîm: Yâ ayyuhalladzîna âmanû ittaqullâha haqqa tuqâtihi wa lâ tamûtunna illâ wa antum muslimûn.

Wa’lamû annannikâha sunnatun min sunani Rasulillâhi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Wa qâla annabiyyu shallallâhu ‘alaihi wa sallam: Amâ wallâhi innî la`akhsyâkum lillâhi wa atqâkum lahu, lakinnî ashûmu wa ufthiru, wa ushalli wa arqadu wa atazawwaju an-nisâ`a, faman raghiba ‘an sunnatî fa laisa minnî.

Wa qâla aidlan, yâ ma’syarasy syabâba man istathâ’a minkum al-bâ`ata fal yatazawwaj, fainnahu aghadldlu lil bashari wa ahshanu lil farji, man lam yastathi’ fa ‘alaihi bish shaumi fainnahu lahu wijâ`un. 

wa qâla aidlan, khairun nisâ`a imra`atun idzâ nadzarta ilaihâ sarratka, wa idzâ amartahâ athâ’atka, wa idzâ ghibta ‘anhâ hafadzatka fî nafsihâ wa mâlika.

Wa qâlallâhu ta’âla, yâ ayyuhannâsu innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsa wa ja’alnâkum syu’ûban wa qabâila li ta’ârafû, inna akramakum ‘indallâhi atqâkum.

Wa qâla aidlan, wa ankihû al-ayyâma minkum wash shâlihîna min ‘ibâdikum wa imâikum in yakûnû fuqarâ`a yughnihimullâha min fadhlihi wallâhu wâsi’un ‘alîm.

Bârakallâhu lî wa lakum fil qur`ânil ‘adzîm. Wa nafa’anî wa iyâkum bimâ fîhi minal âyati wadz dzikril hakîm wa taqabbal minnî wa minkum tilâwatahu innahû huwat tawâbur rahîm.

A’ûdzu billâhi minasy syaithânirrajîm yâ ayyuhannâsu ittaqullâha rabbakumulladzî khalaqakum min nafsin wâhidatin wa khalaqa minhâ zaujahâ wa batstsa minhumâ rijâlan katsîran wa nisâ`a. wattaqullâha alladzî tasâ`alûna bihi wal arhâm. Innallâha kâna ‘alaikum raqîba.

Aqûlu qauli hâdzâ wastaghfirullâha al-‘adzîm lî wa lakum wali wâlidayya wali masyâyikhina wali sâiril muslimîna. Fastaghfirûhu innahû huwal ghafûrurrahîm.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari setitik air, lalu Dia menjadikannya keturunan dan kekerabatan, dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, limpahkanlah rahmat ta’dhim dan kesejahteraan atas junjungan kami Nabi Muhammad saw, seutama-utama penciptaan makhluk dan atas keluarga dan shahabatnya dengan limpahan rahmat ta'dhim serta kesejahteraan yang banyak.

Setelah itu, wahai yang hadhir, aku mewasiatkan padamu dan diriku untuk bertaqwa kepada Allah, karena sesungguhnya itu adalah kemenangan (yang besar) bagi orang-orang yang bertaqwa. Allah swt berfirman dalam kitab-Nya yang mulya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan sekali-kali janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan menyerahkan diri pada Allah (beragama Islam)

Ketahuilah bahwa nikah itu adalah sunah dari beberapa sunah Rasulullah saw. Nabi saw bersabda: Adapun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barang siapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku.

Dan beliau bersabda lagi: Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan (menafkahi keluarga), maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa menjaga kemaluan, dan barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya.

Dan beliau bersabda lagi: Istri yang baik adaalah wanita yang menggembirakan hatimu ketika dipandang, apabila kamu perintah ia mentaatimu, apabila kamu tiada ia mampu menjaga kehormatan dirinya dan hartamu

Dan Allah swt berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. 

Dan Allah swt berfirman pula: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. 

Semoga Allah memberi berkah kepadaku dan kepadamu dalam Qur'an yang agung. Dan memberi manfaat kepadu dan kepadamu terhadap apa yang ada di dalamnya, dari ayat-ayat dan peringatan yang bijak, dan semoga Allah menerima dariku dan darimu dalam membacanya, karena sesungguhnya Allah Maha penerima Tobat lagi Maha Penyayang

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Aku katakan perkataanku ini, dan mohon ampun pada Allah Yang Maha Agung untukku dan untukmu, untuk kedua orang tau dan guru-guru serta untuk orang Islam lainnya. Maka mohonlah ampun kepada-Nya, karena sesunggunya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

SUMBER : NU Online Pusat

Maulid Kebangsaan Kiai Said Aqil Serukan "Palestina Dizalimi, Umat Islam Tak Boleh Diam"

Kiai Said Aqil Siroj Serukan "Palestina Dizalimi, Umat Islam Tak Boleh Diam"



Maulid Kebangsaan Kiai Said Aqil Serukan "Palestina Dizalimi, Umat Islam Tak Boleh Diam" - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan, umat Islam tidak boleh diam melihat kezaliman yang menimpa Palestina. Menurut dia, apa yang dilakukan Donald Trump yang mengklaim Yerusalem ibu kota negara Israel adalah adalah bentuk kezaliman dan menantang arus internasional demi keuntungan satu bangsa.

Membela tanah air, menurutnya, adalah menjalankan perintah agama karena tanah yang subur kaya-raya ini merupakan amanah Allah sehingga wajib mengembangkan dan membangunnya. 

“Itu perintah agama, bukan perintah politik,” tegasnya pada pidato di peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar Pimpinan Pusat Fatayat NU di gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (16/12).  

Umat Islam, menurutnya, harus membela Palestina dan menolak Yerusalem sebagai ibu kota Israel karena itu adalah bentuk kezaliman terhadap tanah air sebuah negara. 

“Kita tak boleh diam terhadap kezaliman. Kita tak boleh berpangku tangan. Ini harus kita lawan. Kita harus membela Palestina. Kita harus berada di belakang Palestina,” serunya. 

Pada Jumat (15/12) Kiai Said mewakili tokoh-tokoh lintas agama untuk menyampaikan pernyataan sikap terhadap klaim sepihak Donald Trump itu. Juga mendukung sikap pemerintah Indonesia untuk menyuarakan kedaulatan Palestina. 

Menurut Kiai Said, hal itu sebagai wujud implementasi diktum pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

“Maka kami mendukung langkah pemerintah Indonesia untuk terus memperjuangkan dengan lantang tentang kedaulatan Palestina,” katanya.

Sumber : NU Online Pusat